Wakil Menteri Pertanian Rusman Hermawan mengatakan, revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 tahun 2007 tentang
Pedoman Perizinan Usaha Pekebunan yang sudah dibahas 2 tahun ini, hampir rampung. Isinya, diantaranya mengatur penguasaan luas maksimal khusus untuk perkebunan maksimal 100 ribu hektare untuk satu perusahan atau grup.
“Sekarang kita mau cari kompromi apakah 100 ribu hektara itu untuk satu komoditas,” kata dia di sela Konsultasi Publik rancangan revisi Peraturan Menteri itu di Bandung, Rabu, 19 Juni 2013. Pembatasan penguasaan lahan itu sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria.
Menurut Rusman, pihaknya menyiapkan rancangan pembatasan pemberian Izin Usaha Perkebunan Budidaya, maksimal 100 ribu hektare untuk komoditas majemuk. Dalam revisi Peraturan Menteri itu juga disebutkan, pembatasan luas lahan maksimal yang dikuasi perusahaan di tiap provinsi oleh satu perusahaan hanya 20 ribu hektare.
Namun, muncul kekhawatiran pembatasan itu akan mengancam pengembangan industri hilir. Tak hanya itu, rancangan revisi Peraturan Menteri itu mengatur kewajiban pemegang izin Usaha Perkebunan membangun kebun plasma 20 persen dari luas usahanya.
Revisi Peraturan Menteri itu juga mencantumkan pembatasan waktu bagi pemrosesan izin oleh kepala daerah yang lebih rinci, hingga kewajiban pemerintah daerah untuk mempublikasikan proses pemberian izin itu lewat situs resminya.
Dalam revisi Peraturan Menteri itu juga dicantumkan kewenangan Menteri Pertanian untuk mengirim teguran hingga mengambil alih pemberian izin Usaha Perkebunan oleh kepala daerah. Juga mengusulkan pemberian sanksi bagi kepala daerah yang tidak mengindahkan teguran Kementerian soal perizinan perkebunan.
Kepala Deputi VI Bidang Penegakan Hukum UKP4 Mas Achmad Santosa mengatakan, salah satu kesimpulan lembaganya adalah ketimpangan penguasaan lahan itu yang menjadi sumber munculnya konflik agraria. "Pembatasan penguasaan lahan itu mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria bisa diatur lewat revisi Peraturan Menteri itu," katanya.
Dia juga meminta agar dalam revisi Peraturan Menteri itu ada kewajiban bagi kepala daerah untuk melakukan registrasi atau pencatatan pada tiap Ijin Usaha Perkebunan yang dikeluarkan. Santosa mencontohkan, pengalaman lembaganya menertibkan ijin usaha di Kalimantan. “Sulit mendapat data itu di instansi pemerintah,” kata dia.
Sekretaris Jenderal
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Joko Supriyono mengkritik pembatasan lahan. Dia meminta pembatasan 100 ribu hektare itu agar ditinjau lagi. “Kalau diberlakukan, artinya perusahaan yang sudah punya 100 ribu (hektare lahan kebun) tidak boleh ekspansi dan diversifikasi,” kata dia.
AHMAD FIKRI (tempo.co)
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Pedoman Perizinan Usaha Pekebunan "
Post a Comment
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.No Sara, No Racism