Pemerintah perlu menginventarisir kembali area hutan mana saja yang perlu dibatasi dan yang mana yang masih bisa dikembangkan untuk pertanian dan bisnis lain. Kalau merujuk pada
SK Menhut tahun 2005 penunjukkan kawasan hutan di wilayah propinsi
Sumatera Utara adalah.
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN
NOMOR : SK.44/Menhut-II/2005
TENTANG
PENUNJUKAN KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA SELUAS ± 3.742.120 (TIGA JUTA
TUJUH RATUS EMPAT PULUH DUA RIBU SERATUS DUA PULUH) HEKTAR
MENTERI KEHUTANAN
Menimbang:
a. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 923/Kpts/Um/12/1982 tanggal 7 Desember 1982 telah ditunjuk areal hutan di Wilayah Propinsi Dati I Sumatera Utara seluas ± 3.780.132,02 (tiga juta tujuh ratus delapan puluh ribu seratus tiga puluh dua dua perseratus) hektar;
b. bahwa berdasarkan penunjukan tersebut butir a, maka sebagian kawasan hutan tersebut telah dilakukan penataan batas di lapangan;
c. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 tanggal 28 Agustus 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2018, telah dialokasikan kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara;
d. bahwa Gubernur Sumatera Utara melalui surat Nomor 522/779 tanggal 11 Pebruari 2004 mengajukan kepada Menteri Kehutanan Penetapan Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara;
e. bahwa sehubungan hal tersebut, untuk menjamin kepastian hukum mengenai status kawasan hutan pada Tata Ruang Wilayah Provinsi, maka dipandang perlu untuk menunjuk kembali kawasan hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas ± 3.742.120 (tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh) hektar dengan Keputusan Menteri Kehutanan.
Dampak SK Menhut No 44 tahun 2005 terhadap Kawasan Hutan di Sumut, perlu dilakukan revisi SK dengan melakukan revisi pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sumut. Masalah yang timbul adalah sebahagian besar kawasan yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No 44/2005 sudah diklaim masyarakat sebagai perkampungan, perladangan dan sebahagian diakui sebagai tanah ulayat/tanah adat, sehingga menghambat pembangunan daerah dan penunjukan kawasan hutan berdasarkan SK Menhut No 44 tahun 2005 belum sepenuhnya ditindaklanjuti dengan kegiatan penataan batas, pemetaan hasil tata batas dan penetapan serta pengukuhan kawasan tersebut.
Berdasarkan data yang ada, dari 6.000 Ha hutan kawasan Register 18 yang teletak di
Kecamatan Hatonduan,
Kecamatan Huta Bayu Raja,
Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, yang sebahagian sudah berubah fungsi berkisar 2.419 hektar dikuasai para mafia tanah, diusahai menjadi
kebun sawit yang kini umurnya sudah mendekati replanting.
RUU Pemberantasan Perusakan Hutan saat ini memang masih dalam pembahasan, namun secara tegas ditolak oleh warga yang tinggal di nagori ini. Kemudian, selama ini, mereka mengaku sudah mendiamai lokasi ini selama lebih dari empat puluh tahun. Bahkan, banyak dari warga yang menanam tanaman
kelapa sawit.
Namun, mereka mengaku ketentuan itu berlaku saat lokasi ini belum didatangi oleh warga. Saat ini ada ratusan kepala keluarga tinggal di atas lahan register 18. Dan semuanya merupakan penduduk asli dari Kecamatan Bosar Maligas. Lahan yang mereka huni ini juga merupakan warisan dari orangtua mereka.
Biasanya sebelum membuka areal menjadi lahan perkebunan sawit sebaiknya diperhatikan tahap awal dari pembukaan perkebunan kelapa sawit yakni melakukan evaluasi lahan. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan terhadap satuan lahan yang telah ditetapkan berdasarkan hasil survei tanah. Evaluasi kesesuaian lahan didahului oleh kegiatan survei dan pemetaan tanah untuk mendeskripsikan satuan-satuan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan didasarkan pada penilaian beberapa karakteristik lahan yang disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit.
Pembangunan kebun kelapa sawit yang tidak didahului dengan evaluasi kesesuaian lahan akan menimbulkan banyak masalah pada waktu mendatang, khususnya yang berkaitan dengan kultur teknis, sehingga akan meningkatkan biaya pengelolaan kebun. Apabila evaluasi kesesuaian lahan dilakukan, maka berbagai faktor pembatas lahan dapat diatasi secara dini. Hasil dievaaluasi kesesuaian lahan bermanfaat dalam pengelolaan kebun kelapa sawit, khususnya untuk mencapai produktivitas tanaman sesuai dengan potensi lahannya.
Mudah-mudahan pembukaan areal hutan yang berubah fungsi menjadi perkebunan sawit disana tidak menimbulkan erosi sewaktu musim penghujan dan tidak merusak ekosistem yang ada di lingkungan sekitar, semogaaaaa. Apakah Penunjukan Kawasan Hutan Berdasarkan SK Menhut No. 44/2005 sudah Harga Mati?
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Hutan register 18 jadi Kebun Sawit"
Post a Comment
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.No Sara, No Racism